Kamis, 01 Desember 2016

Tata ruang kota: Jogja Istimewa, Istimewa kabel listriknya



Kajian mengenai tata ruang kota penting untuk dicermati. Perkembangan Yogyakarta sebagai kota pelajar dalam beberapa tahun ini mengalami perubahan besar yang mengarah kepada modernitas. Ketika zaman kolonial hingga masuk zaman paska-kolonial, unsur pembentuk kota diawali dengan perpindahan orang dari desa ke kota yang terus berlanjut, disebutkan bahwa penambahan penduduk kota di Indonesia sekitar 4,3% per tahun dua kali lipat berbanding dengan penduduk desa, yang disebutkan dalam catatan kaki Bernard Dorlean : Urban land speculation and city planning problem before the 1998 crisis ( Markus, Zahnd,Kanisius, 2008).
Secara nyata perubahan selalu diawali dengan pembangunan, anehnya tidak Ada yang mengetahui secara pasti sejak kapan Kabel Listrik dan mkabel telekomunikasi membangun jaringan kabel selama ini, bahkan pada masa belanda pun sudah ada. Dengan semakin banyaknya tiang listrik maka kabel yang menggantung juga banyak, bukannya dihilangkan atau ditata, tetapi justru tiang besi itu kini telah diperbarui dan berganti dengan tiang beton padat yang lebih besar dan banyak. Bisa dibanyangkan 10-20 tahun kedepan jika tingkat pengguna jaringan listrik semakin bertambah berapa tiang listrik akan dipasang dan semakin banyaknya kabel listrik bergelantungan diudara.
Sebagai masyarakat, saya merasa kawatir terhadap masalah kota Gudeg ini, dibeberapa kota tetangga seperti Malaysia atau Singapura, instalasi ruang sudah rapi, tapi pemandangan lain menjadi sebaliknya ketika saya mulai merasa tidak nyaman dengan kota saya sendiri, yang memiliki slogan “Jogja Berhati Nyaman”.
Kabel-kabel ini adalah salah satu sumber kesemrawutan dan ketidakrapian dalam tata letak perkotaan. Ditambah lagi dengan papan iklan yang menghalangi pandangan terhadap rambu-rambu lalulintas, Coba bayangkan jika kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Makassar, Surabaya, maupun Yogyakarta memilih untuk memendam kabel itu di dalam tanah (under-ground). Pertanyaan sederhana, apa benar kita belum melaksanakan ide menanam kabel-kabel tersebut dan pengaturan pemasangan papan iklan, jawaban tidak, karena Pulau Bali ada wilayah yang bebas dari kabel-kabel listrik dan kabel telekomunikasi, yakni wilayah Nusa Dua, sebuah kawasan di selatan Bali. Tempat yang berskala internasional sering dilaksanakan sebagai tempat pertemuan dan hotel berbintang.
  Dalam sebuah perencanaan tata ruang kota, Yogyakarta sudah berupaya melihat lebih baik kebutuhan publik/masyarakat terhadap penataan tata ruang yang baik, nyaman, dan aman, seperti tertera pada Perda UU/ No.2 tahun 2010 , tentang rencana tata ruang provinsi daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009-2029 dalam rencana perda tersebut disebutkan banyak wilayah kota Yogyakarta yang memerlukan perhatian khusus terlebih berhubungan dengan pelayanan masyarakat, termasuk pariwisata kota. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana kebijakan pemerintah kota/daerah mengenai tata ruang kota sebagai pelayanan kepada masyarakat yang aman dan nyaman? terlebih dengan maksud untuk pariwisata. Perda kota yogyakarta, mengenai aturan tata ruang ternyata belum terperinci diatur sebagai kebutuhan masyarakat, aturan yang ada hanya berupa perancanaan aturan bangunan, ruang terbuka hijau, dan tidak membahas mengenai regulasi pembenahan atau solusi dari penempatan aturan akan kabel listrik dan telekomunikasi. Belum lama ini ada wacana mengenai tempat-tempat khusus yang akan di bebaskan dari kabel-kabel listrik, salah satunya wilayah persimpangan atau perempatan kota seperti pada wilaya Tugu Jogja, perempatan Nol Kilometer hal tersebut ditanggapi oleh PLN dengan mempertimbangkan  segi pariwisata dan bukan karena bahaya akan ketidak nyamanan (wacana bebas kabel listrik hanya diberlakukan ditempat-tempat khusus, dan wacana ini masih dalam tahap master-plan pemerintah kota).
Namun sejauh ini masih pada wacana yang dilontarkan dalam master-planning Kota Yogyakarta tahun depan, jika hal tersebut sudah dilaksanakan dan masuk dalam perencanaan tata ruang kota, saya yakin hal tersebut menambah ke nyaman publik dalam aktifitasnya, lantas standar “nyaman” seperti apakah kebutuhan aman dan kenyamanan masyarakat Yogyakarta dengan adanya kesemrawutan instalasi kabel listrik di wilayah kota?
     Kenyamanan adalah hak mutlak yang harus diperoleh masyarakat, fenomena kesemrawutan akan instalasi kabel listrik ini  bisa dijadikan acuan untuk berbenah, sudah banyak kota-kota yang menerapkan penanaman kabel listrik secara (underground), dalam hal ini DPRD perlu memahami beberapa implikasi dari model-model perencanaan dan penataan kota serta kebutuhannya.
     Untuk memberi sumbangan pemikiran mengenai fenomena tata ruang kota yang semakin hari semakin tidak nyaman misalnya, dilihat dari permasalahan kebijakan peraturan daerah ataupun kebijakan  pemerintahan pusat secara langsung, seperti: pertama, pertimbangan untuk mengubah on-ground menjadi under-ground dibutuhkan anggaran yang besar; kedua struktur tanah di wilayah Yogyakarta rawan bencana, karena pergeseran retakan tanah yang jika di di tanam kabel-kabel listrik  bisa menggangu kondisi tanah menjadi labil; ketiga, kebijakan pemerintah atas peraturan perundangan yang berlaku saat ini dengan mempertimbangkan penataan tata ruang kota yang ideal.
     Dilema perkotaan hampir selalu sama, selain masalah sosial, dan komplesitasnya juga berimbas pada masalah tata ruang, tidak bisa dipungkiri bahwa sejarah perkotaan di Indonesia diadaptasi dari masa kolonial, tidak diketahui secara pasti mengapa saat ini orientasi tata ruang kota bergeser pada masalah ekonomi, modernitas menjadi wakil jawaban bagi setiap kota, semua tergantung pada siklus para investor yang mengeruk keuntungan dari wilayah kota, lalu pertanyaannya sekarang siapa yang mempedulikan? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan?
         Diharapkan masyarakat semakin peduli dan menyadari fungsi dari penataan ruang publik yang baik dan nyaman. Sehingga pemerintah mulai berfikir kembali betapa pentingnya keselamatan dan kenyamanan yang bisa didapat dari wacana tentang solusi mengatasi kesemrawutan kabel-kabel listrik di wilayah Yogyakarta. Karena masyarakat adalah konsumen yang berhak mendapatkan rasa aman dan nyaman dari wilayahnya terlebih jika dijadikan tempat wisata yang wajib dikunjungi bagi siapapun juga.


Referensi:

Markus Zahnd, ___________Model baru perancangan kota yang kontekstual,kanisius, 2008.
Reps,John William, ________the making of urban America: A history of city planning in the United states, pricenton university press, 1965.
Perda UU/ No.2 tahun 2010 , tentang perencanaan tata ruang provinsi daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009-2029.

*Data Penulis:
Nama: Andreas Udiutomo, S,S
Umur: 35 Tahun
Penggiat Sejarah dan budaya
Pengajar IPS SMP Pangudi Luhur 1 Kalibawang,
Mahasiswa pasca Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma 2013
Aktif dalam komunitas Belajar sejarah Citralekha Institut: www.citralekha.com
email: andreqser@gmail.com
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar