Minggu, 08 Desember 2013

Theory of language and subjectivity- Analisis papper by CHRIS WEEDON, ANDREW TOLSON, FRANK MORT

TEORI BAHASA DAN SUBYEKTIVITAS Pada bahasan semitologi karya Saussure dan barthes , secara konseptualisasi sebagai sistem tanda yang bersifat arbiter ( semena-mena). Tanda merupakan transparansi dari dunia yang bersifat nyata “real” . tanda juga memiliki sifat representasional, sebab tanda memiliki makna baku >versi barthes ( p.186), tentang artikulasi tanda bertutur kata. Makna baku tersebut ber-unsur sistem bahasa itu sendiri melalui hubungan arbiter penanda ( sound images) dengan petanda (signifieds-concept). Teori bahasa Saussure secara implisit bersandar pada teori makna dan kesadaran seorang secara rasional > karena teorinya berdasarka tanda sebagai gagasan ide reprensentasi yang bebas konteks (context-free) Teori sassaure inilah yang tergantung pada implisit pada gagasan kesadaran rasional yang baku dan padu dimana hal tersebut mendapatkan kritik dari John Ellis. Bahasan mengenai kritik derrida atas Saussure dan semua teori berbasis rasionalis: 1. Teori alternative derrida menggantikan peranan penting kesadaran individual, subyek yang berbahasa dan bahasa ucapan, seperti mempertimbangkan kritik psikoanalisa Lacan . yaitu teori bahasa yang berdasarkan pada konsep kesadaran rasional “ Tel Quel” 2. Pertimbangan antara masalah kritik in-hern dalam teori umum bahasa sampai ke analisis penandaan yang bersifat historis spesifik. The arbitrary nature on the sign in saussure’s theory (sifat arbitrer tanda dalam teori Saussure) Dalam general linguistic (sassaure) yaitu tentang arbitrer tanda memliki 2 implikasi penting: 1. Identitas tanda secara relative independen dari kondisi materialnya. Contoh: Jenewa ke Paris Ekspress >tidak merujuk pada satu lokolmotif dan sekumpulan kereta api penumpang saja, melainkan semua kereta api yang ditempatkan dalam kondisi tertentu dengan mensubyek tanda “ Jenewa ke paris ekspres”. Artinya: Tanda itu bukanlah merupakan etity (keseluruhan) material murni, melainkan didasarkan pada kondisi tertentu yang berlainan dengan material yang cocok pada kondisi tersebut. Namun tanda linguistic tidak mengacu pada keseluruhan materialnya (material entity) sendiri melainkan pada konsep keseluruhan (concept of the entity) . P.187 2. Prinsip ke arbitreran itu merunjuk pada struktur internal tanda itu sendiri, artinya tidak ada hubungan alami dan a priori antara konsep ( petanda-signified) dengan imajinasi suara (penanda-signifier), jadi bagi saussure hal tersebut merujuk pada karakter penanda yang tanpa motif yakni arbitrer, tidak memiliki hubungan alami dengan petanda. Artinya: tanda linguistic tidak semata-mata hanya merefleksikan realita. Prinsip ke-arbitrer-an merumuskan suatu KONSEP-PETANDA-PENANDA Dari teori itu , muncul masalah tentang makna bahasa, Saussure mengakui hal tersebut dan mendefinisikan sebagai pembatasan kearbitreran, artinya perlu pembatasan dalam ke arbitreran tanda, jika tidak maka akan terjadi kekacauan asosiasi yang sama sekali arbitrer. (p.187) Saussure> memusatkan pada komposisi internal tanda, dengan mengabaikan persoalan relasi bahasa dengan kondisimaterial eksistensisnya. Hal yang tidak bisa di jawab oleh Saussure adalah mengenai bagaimana ‘fakta positif’ dalam sistem bahasa itu termapankan. Jawaban umum Saussure adalah bahwa fakta positif itu adalah fakta sosial atau konvensi sosial, dimana konsep tersebut dianggap ambigu dalam institusi sosial bahasa. Saussure menyakini bahwa bahasa tidak muncul dari subyek individual yang dikehendaki dan tidak dapat diubah oleh seorang individual. Seperti merujuk pada tindakan bertutur kata hal inilah yang memaksa Saussure mendefinisikan bahasa sebagai kontrak sosial yang diakui dan digunakan oleh komunitas penutur kata. Ambiguitas Saussure membatasi kearbitreran tanda, dan Saussure berpegang pada konsep makna yakni diartikulasikan oleh subyek yang berbicara. Saussure akhirnya terpaksa menyangkal prinsipnya sendiri, dari makna yang didengar komunitas tersebut. (p.188) Derrida’s Critique of Saussure (kritik derrida terhadap Saussure) Dalam speech and phenomena, Jasques Derrida menyampaikan kritik menyeluruh terhadap tradisi teori bahasa rasionalis dan logis, melalui essainya ‘difference’ bagian dari Of Gramatology beliau memfokuskan pada perhatian problematika Saussure terhadap tanda. Derrida beragumen bahwa Saussure menyangkal dirinya sendiri karena terlepas dari pendirian tentang sifat arbitrer tanda, dia tetap melekat pada tradisi ‘logosentris’ rasionalis dalam metafisika barat yang telah terlebih dulu mengkonsumsi adanya makna konsep dan a priori. Derrida memulai pembedaan saussurean antara bahasa sebagai tutur kata dan sebagai tulisan: Bahasa dan tulisan adalah dua sistem tanda yang berbeda, yang keduanya sama-sama eksis untuk memepresentasikan bagian pertama (bahasa). Objek linguistic bukanlah bentukl kata bentuk kata tertulis maupun terucap, dimna makna maksud pernyataan Saussure adalah beliau menyangkal prinsip pendiriannya tentang arbitrer tanda. Derrida mengistimewakan level bunyi tutur kata, sebagai objek linguistic yang sebenarnya. Artinya, level fonik dinaikkan ke level transendental. Derrida membuat pertautan atas kemunculan ‘fonosentrisme’ (mengistimewakan kata ucapan) dan ‘logosentrisme’ (kepercayaan pada makna transedental a priopri). Argument Derrida mengindikasikan secara ringkas nilai teoritis kritik terhadap Saussure dan beberapa keterbatasan kritik tersebut. Hal tersebut seperti yang dikatakan Derrida sebagai konsep representasi yang dikatakan memiliki ikatan dengan konsep losentrisme Saussure. Hal ini beresiko hilangnya status petanda dan penanda dalam konsep nya Saussure, pada kenyataannya Derrida beragumen bahwa konsep petanda runtuh seiring dengan kritik terhadap representasi makna suatu petanda (logosentrisme). Pentingnya argument Derrida memungkinkan prespektif kritis permasalahan tanda yaitu dalam tradisi semiologis dari metode linguistik Saussure, contohnya pembedaan Barthes terhadap kata bahasa dan metabahasa (mitos) namun Barthes hanya bekerja pada tanda linguistik primer yaitu level denotasi. Kesimpulan dari Derrida jika mekanisme representasi melahirkan ideology maka mekanisme itu bersifat ideologis. (p.190) Derrida menggantikan petanda baku a priori dalam teori Saussure, yang direpresentasikan dalam tulisan dengan konsep ‘differance’. Saussure dalam teorinya menyatakan bahwa makna berfungsi berdasarkan prinsip perbedaan antara tanda dalam rangkaian bahasa dan Derrida mentransformasikan dan memperluas prinsip tersebut. Dalam karya derrida, penanda kadang tampil dalam menyandang posisi transcendental. Kesimpulannya mestinya derrida tentu saja mengukuhkan kembali pentingnya prinsip Saussure tentang watak arbitrer tanda, dan dipandang sebagai kebakuan a priori manapun. Langkah menjauh derrida dari teori representasional bahasa yang didasarkan pada tutur kata kepada teori bahasa yang ditempatkan dalam teks tertulis (grammatologi) dengan menggeser arti pentingnyanya berbicara dalam bahasa. Keberpalingan derrida dari diskursus rasionalis, sama-sama dimiliki oleh teori bahasa kontemporer besar lainya yabng menantang terhadap penggunggulan kesadaran rasionalis seperti teori psikoanalisa Lacanian ( makna dalam proses pikiran tak sadar), sementara derrida menghilangkan arti penting subyek yang berbicara namun tidak menghilangkan arti pentingnya subyek yang berbicara. Teori tentang subyektivitas ditawarkan sebagai alternative bagi konsepsi humanis esesnsialis tentang subyek yang biasanya teralisasi oleh relasi sosial kapitalis disatu sisi dan subyek sebagai ruang kosong atau pembawa ideology dan relasi sosial disisi lain. PRESENTASI IRB/9/13 ##0o0o0##