Kajian mengenai
tata
ruang kota penting untuk dicermati. Perkembangan Yogyakarta
sebagai kota pelajar dalam beberapa tahun ini mengalami perubahan besar yang mengarah kepada modernitas. Ketika
zaman kolonial hingga masuk zaman paska-kolonial,
unsur pembentuk kota diawali dengan perpindahan orang dari desa ke kota yang
terus berlanjut, disebutkan bahwa penambahan penduduk kota di Indonesia sekitar
4,3% per tahun dua kali lipat berbanding dengan penduduk desa, yang disebutkan
dalam catatan kaki Bernard Dorlean : Urban land speculation and city planning
problem before the 1998 crisis (
Markus, Zahnd,Kanisius, 2008).
Secara nyata
perubahan selalu diawali dengan pembangunan, anehnya tidak Ada yang mengetahui
secara pasti sejak kapan
Kabel Listrik dan mkabel telekomunikasi membangun jaringan kabel selama ini, bahkan pada masa belanda pun sudah ada. Dengan
semakin banyaknya tiang listrik maka kabel yang
menggantung juga banyak, bukannya dihilangkan atau ditata, tetapi justru tiang besi itu kini telah diperbarui
dan berganti dengan tiang beton padat yang lebih besar dan banyak. Bisa dibanyangkan 10-20 tahun kedepan jika tingkat pengguna jaringan
listrik semakin bertambah berapa tiang listrik akan dipasang dan
semakin banyaknya kabel listrik bergelantungan diudara.
Sebagai masyarakat, saya merasa kawatir terhadap masalah kota Gudeg ini, dibeberapa kota tetangga seperti Malaysia atau Singapura, instalasi ruang sudah rapi, tapi pemandangan lain menjadi sebaliknya
ketika saya mulai merasa tidak nyaman dengan kota saya sendiri, yang memiliki
slogan “Jogja Berhati Nyaman”.
Kabel-kabel ini adalah salah satu
sumber kesemrawutan dan ketidakrapian dalam tata letak perkotaan. Ditambah lagi dengan papan iklan yang menghalangi pandangan terhadap
rambu-rambu lalulintas, Coba bayangkan jika kota-kota besar
seperti Jakarta, Medan, Makassar, Surabaya, maupun Yogyakarta memilih untuk
memendam kabel itu di dalam tanah (under-ground). Pertanyaan
sederhana, apa benar kita belum melaksanakan ide menanam kabel-kabel tersebut dan pengaturan pemasangan papan iklan, jawaban tidak,
karena Pulau Bali ada wilayah yang bebas dari kabel-kabel
listrik dan kabel telekomunikasi, yakni wilayah Nusa
Dua, sebuah kawasan di selatan Bali. Tempat yang
berskala internasional sering dilaksanakan sebagai tempat
pertemuan dan hotel berbintang.
Dalam sebuah perencanaan tata
ruang kota, Yogyakarta sudah berupaya melihat lebih baik kebutuhan
publik/masyarakat terhadap penataan tata ruang yang baik, nyaman, dan aman,
seperti tertera pada Perda UU/ No.2 tahun
2010
, tentang
rencana tata ruang provinsi daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009-2029 dalam rencana
perda tersebut disebutkan banyak wilayah kota
Yogyakarta yang memerlukan perhatian khusus terlebih berhubungan dengan
pelayanan masyarakat, termasuk pariwisata kota. Lalu pertanyaannya adalah
bagaimana kebijakan pemerintah kota/daerah mengenai tata ruang kota sebagai
pelayanan kepada masyarakat yang aman dan nyaman? terlebih dengan
maksud untuk pariwisata. Perda kota yogyakarta, mengenai aturan tata ruang
ternyata belum terperinci diatur sebagai kebutuhan masyarakat, aturan yang ada
hanya berupa perancanaan aturan bangunan, ruang terbuka hijau, dan tidak
membahas mengenai regulasi pembenahan atau solusi dari penempatan aturan akan
kabel listrik dan telekomunikasi. Belum lama ini ada wacana mengenai
tempat-tempat khusus yang akan di bebaskan dari kabel-kabel listrik, salah
satunya wilayah persimpangan atau perempatan kota seperti pada wilaya Tugu Jogja, perempatan Nol
Kilometer hal
tersebut ditanggapi oleh PLN dengan mempertimbangkan segi pariwisata dan bukan karena bahaya akan
ketidak nyamanan (wacana
bebas kabel listrik hanya diberlakukan ditempat-tempat khusus, dan wacana ini
masih dalam tahap master-plan pemerintah kota).
Namun sejauh ini masih pada wacana yang dilontarkan dalam
master-planning Kota Yogyakarta tahun depan, jika hal tersebut sudah
dilaksanakan dan masuk dalam perencanaan tata ruang kota, saya yakin hal
tersebut menambah ke nyaman publik dalam aktifitasnya, lantas standar “nyaman”
seperti apakah kebutuhan aman dan kenyamanan masyarakat Yogyakarta dengan adanya kesemrawutan instalasi kabel listrik di wilayah kota?
Kenyamanan adalah hak mutlak yang harus
diperoleh masyarakat, fenomena kesemrawutan akan instalasi kabel listrik
ini bisa dijadikan acuan untuk berbenah,
sudah banyak kota-kota yang menerapkan penanaman kabel listrik secara (underground), dalam hal ini DPRD perlu memahami beberapa implikasi dari model-model
perencanaan dan penataan kota serta kebutuhannya.
Untuk memberi sumbangan pemikiran mengenai fenomena tata ruang kota yang
semakin hari semakin tidak nyaman misalnya, dilihat dari permasalahan kebijakan
peraturan daerah ataupun kebijakan
pemerintahan pusat secara langsung, seperti: pertama, pertimbangan untuk mengubah on-ground menjadi under-ground
dibutuhkan anggaran yang besar; kedua struktur tanah di wilayah Yogyakarta rawan bencana,
karena pergeseran retakan tanah yang jika di di tanam kabel-kabel listrik bisa menggangu kondisi tanah menjadi labil; ketiga, kebijakan
pemerintah atas peraturan perundangan yang berlaku saat ini dengan
mempertimbangkan penataan tata ruang kota yang ideal.
Dilema
perkotaan hampir selalu sama, selain masalah sosial, dan komplesitasnya juga
berimbas pada masalah tata ruang, tidak bisa dipungkiri bahwa sejarah perkotaan
di Indonesia diadaptasi dari masa kolonial, tidak diketahui
secara pasti
mengapa saat ini orientasi tata ruang kota bergeser pada masalah ekonomi, modernitas
menjadi wakil jawaban bagi setiap kota, semua tergantung pada siklus para
investor yang mengeruk keuntungan dari wilayah kota, lalu pertanyaannya sekarang siapa yang mempedulikan? Siapa
yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan?
Diharapkan masyarakat semakin peduli dan menyadari fungsi dari penataan ruang publik yang baik dan nyaman. Sehingga
pemerintah mulai berfikir kembali betapa pentingnya keselamatan dan kenyamanan
yang bisa didapat dari wacana tentang solusi mengatasi kesemrawutan kabel-kabel
listrik di wilayah Yogyakarta. Karena masyarakat adalah konsumen yang berhak
mendapatkan rasa aman dan nyaman dari wilayahnya terlebih
jika dijadikan tempat wisata yang wajib dikunjungi bagi siapapun juga.
Referensi:
Markus
Zahnd, ___________Model
baru perancangan kota yang kontekstual,kanisius, 2008.
Reps,John
William, ________the
making of urban America: A history of city planning in the United states, pricenton
university press, 1965.
Perda UU/ No.2 tahun 2010 , tentang
perencanaan tata ruang provinsi daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009-2029.
*Data Penulis:
Nama: Andreas Udiutomo, S,S
Umur: 35 Tahun
Penggiat Sejarah dan budaya
Pengajar IPS SMP Pangudi Luhur 1 Kalibawang,
Mahasiswa pasca Ilmu Religi dan Budaya Universitas
Sanata Dharma 2013
Aktif dalam komunitas Belajar sejarah Citralekha
Institut: www.citralekha.com
email: andreqser@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar