(Kode
Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor:
6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor
03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers)
Ada
beberapa peraturan dan etika untuk menyiarkan foto itu kepada publik seperti
adanya beberapa hak pokok individu yang dilindungi undang-undang dan hukum yang
sangat prinsipil untuk melindungi seserang antara lain:
Gangguan
atas pengambilan foto dimana hak privacy seseorang memang diperlukan. Penggunaan
foto untuk kepentingan sebuah produk tertentu. Sepihak sehingga menyebabkan
seseorang terlihat buruk. Pengambilkan foto yang memang terjadi akan tetapi
foto tersebut bersifat pribadi atau bisa memalukan seseorang. Dengan adanya
batasan-batasan di atas maka kita dapat
mengetahui, kapan kita bisa melakukan pemotretan yang nantinya dapat kita
siarkan kepada publik.
Peraturan
dalam pengambilan gambar pada lokasi tertentu :
1.
Tempat umum
Ada
etika dan aturannya jika kita ingin mengambil foto di tempat umum, seperti di
pinggir jalan, kebun binatang, bandar udara, juga di lingkungan kampus ataupun
sekolah di mana bila kita mengambil dalam kelas itu.
Dalam
kegiatan umum kita juga bisa membuat foto selama tidak mengganggu pekerjaan
orang itu seperti polisi yang sedang mengatur lalu lintas dan lain-lain.
Adakalanya beberapa orang berusaha menghalangi wartawan kendati kehadian
tersebut berlangsung di tempat umum dalam hal ini, pengadilan melindungi
kepentingan wartawan.
Bila
suatu peristiwa terjadi di tempat umum seperti kecelakaan pesawat udara yang
nantinya akan melibatkan polisi ataupun petugas keamaan yang lain dan wartawan
dihalangi jika ingin mengabadikan kejadian itu. Kebanyakan wartawan merasa
keberatan atas larangan-larangan itu akan tetapi nantinya wartawan itu bisa
didakwa dengan alasan menghalangai pekerjaan petugas tadi.
Memang
polisi punya hak demikian, tepi mengambil gambar dan bertanya merupakan
tindakan yang melanggar hukum. National Press Photographers Associates (NPPA)
berusaha meningkatkan saling pengertian untuk hal demikian antara polisi maupun
petugas pemadam kebakaran sejak tahun 1950.
Gedung
pemerintahan umum yang mempunyai aturan khusus
Gedung
tertentu walaupun milik umum seperti gedung DPR ,MPR ,Pemda dan Rumah sakit
dengan pengecualian, juga untuk markas militer dan penjara. Rumah sakit
tentunya punya aturan khusus, kita dapat membuat berita bergambar tapi setelah
itu haruslah dicek dulu apakah ada orang dalam gambar apakah mereka pasien
apakah pasiennya teridentifikasi
Ruang
sidang DPR ataupun sidang MPR sudah pasti milik umum tapi di sana punya aturan
khusus, misalnya kamera televisi boleh masuk tapi fotographer tidak diijinkan
ikut sidang regular dengan alasan wartawan mungkin dan pasti akan merekam
anggota dewan yang menguap, tidur, senang sms dan telepon, baca koran dan
bahkan yang tidak hadir sekalipun. Biasanya fotografer diinjinkan pada
sesi-sesi tertentu seperti pembukaan sidang.
Ruang
pengadilam
Biasanya
dalam sidang–sidang tertentu dibuat aturan khusus, apabila sidang tengah
diperkarakan peristiwa besar. Misalnya mereka hanya memberikan kesempatan
kepada para wartawan foto pada tiga kesempatan kepada para wartawan yakni
sebelum sidang dimulai, saat istirahat dan saat persidangan selesai.
EFEK
PEMUATAN GAMBAR
Ada
tiga faktor yagn menjadi pegangan dasar, apabila kita memutuskan soal etika
ketika akan menerbitkan ataupun menyiarkan sebuah gambar ke masyarakat umum.
1. Manfaat
Dengan
mempertimbangkan bahwa kita haruslah memilih yang terbaik untuk kepentingan
orang banyak, artinya apa yang kita berikan pastinya ada manfaatnya bagi
masyarakat luas.
2. Mutlak
Seorang
wartawan foto harus mengambil gambar, apabila memang harus ia siarkan agar
masyarakat tahu peristiwa sebenarnya, artinya seorang wartawan memeiliki hak
atas apa yang dia peroleh baik gambar atau tulisan yang penting untuk di
siarkan kepada orang lain.
3. Gabungan
antara manfaat dan mutlak
Pengambilan
dan penyiaran foto di Indonesia tidak diatur secara tegas, seperti hukum
federal dalam melindungi subjek fotografi. Akan tetapi seorang fotograper yang
bergerak dalam bidang jurnalistik dibatasi rambu-rambu peraturan seperti
misalnya dalam KUHP pasal 161 tentang ancaman pidana apabila ia mengganggu
ketertiban umum. Oleh karena itu akan lebih bijaksana apabila seorng foto jurnalis mengacu pada kode etik jurnalistik
Kode
Etik Wartawan Indonesia (KEW). Digunakan untuk menjamin tegaknya kebebasan pers
serta terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan/moral/etika
profesi yang biasa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan
profesionalisme wartawan. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan kode
etik.
Kode
etik bertujuan untuk membantu wartawan dalam proses kerjannya serta melindung
hak-hak jurnalistiknya dalam hukum dan aturan yang sudah disepakati dalam kode
etik wartawan Indonesia, seperti misalnya: Wartawan Indonesia menghormati hak
masyarakat untuk memperolah informasi yang benar, wartawan Indonesia menempuh
tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informsi serta memberikan
identitas kepada sumber informasi, wartawan Indonesia menghormati asas praduga
tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu
meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
Kemudian
wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah,
sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila, Wartawan
Indonesia tidak menerima suap, dan tidak
menyalahgunakan profesi
Untuk
Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik ini sepenuhnya
diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk
untuk itu.
*Data Penulis:
Nama:
Andreas Udiutomo, S,S
Umur:
35 Tahun
Penggiat
Sejarah dan budaya
Pengajar
IPS SMP Pangudi Luhur 1 Kalibawang,
Mahasiswa
pasca Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma 2013
Aktif
dalam komunitas Belajar sejarah Citralekha Institut: www.citralekha.com
Penggiat
Fotografi (admin FB komunitas canon eos 1000&1100D Indonesia)